BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran
hasil konsepsi dari rahim ibu melalui jalan lahir atau dengan jalan lain, yang
kemudian janin dapat hidup ke dunia luar (Rohani, 2011).
Persalinan atau partus adalah suatu proses
pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke
dunia luar (Maternity, 2014).
1. Sebab-sebab
Mulainya persalinan
Menurut Rohani (2011) hal
yang menjadi penyebab mulainya persalinan belum diketahui benar, yang ada
hanyalah merupakan teori-teori yang komplek. Perlu diketahui bahwa ada dua
hormon yang dominan saat hamil.
a. Estrogen
1) Meningkatkan
sensitivitas otot rahim.
2) Memudahkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan
prostaglandin serta rangsangan mekanis.
13
|
b. Progesteron
1) Menurunkan
sensitivitas otot rahim.
2) Menyulitkan
penerimaan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin,
serta rangsangan mekanis.
3) Menyebabkan
otot rahim dan otot polos relaksasi.
Estrogen dan progesteron harus berada dalam kondisi keseimbangan
sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan kedua hormon
tersebut menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofisis pars posterior
dapat menimbulkan kontraksi Bracxton
Hicks. Kontraksi Bracxton Hicks akan
menjadi kekuatan dominan saat mulainya persalinan, oleh karena itu semakin tua
kehamilan, frekensi kontraksi semakin sering.
2. Tanda Mulainya persalinan
Menurut Sondakh (2013), beberapa
tanda-tanda dimulainya proses persalinan adalah sebagai berikut :
a. Terjadinya
His Persalinan
1) Pinggang
terasa sakit dan menjalar ke depan.
2) Sifatnya
teratur interval makin pendek, dan kekuatan makin besar.
3) Makin
beraktivitas (jalan), kekuatan akan makin bertambah.
b. Pengeluaran
Lendir dengan Darah
Terjadinya his persalinan mengakibatkan
terjadinya perubahan pada serviks yang akan menimbulkan :
1) Perdarahan
dan Pembukaan.
2) Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat
pada kanalis serviks lepas.
3) Terjadi
perdarahan karena kapile pembuluh darah pecah.
c. Pengeluaran
cairan
Pada beberapa kasus persalinan akan ditemui terjadinya pecah ketuban.
Sebagian besar, keadaan ini terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah adanya
pecah ketuban diharapkan proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam.
d. Hasil-Hasil
yang di Dapat pada Pemeriksaan Dalam
1)
Perlunakan serviks
2)
Pendataran serviks
3)
Pembukaan serviks
3. Tahapan
Persalinan
Menurut Sondakh (2013), tahapan dari persalinan
terdiri atas kala I (kala Pembukaan), kala II (pengeluaran janin), kala III
(pelepasan plasenta), kala IV (kala pengawasan/observasi/pemuliahan).
a. Kala
I (Kala Pembukaan)
Kala I dimulai dari
saat persalinan mulai (membukaan nol) sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses
ini terbagi dalam 2 fase
1) Fase
Laten
Berlangsung selama 8
jam, serviks membuka sampai 3 cm
2) Fase
Aktif
Berlangsung selama 7
jam, serviks membuka dari 4 cm sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering,
dibagi dalam 3 fase :
a) Fase akselarasi
Dalam waktu 2 jam
pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal
Dalam waktu 2 jam
pembukaan berlangsung sengat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselarasi
Pembukaan menjadi
lambat sekali, dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
Proses diatas terjadi pada primigravida
ataupun multigravida, tetapi pada multigrvida memiliki jangka waktu yang lebih
pendek. Pada primigravida kala I berlangsung ± 12 jam, sedangkan pada
multigravida ± 8 jam.
b. Kala
II (Kala pengeluaran janin)
Menurut Sondakh, gejala utama kala II adalah
1) His
semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100
detik
2) Menjelang
akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak.
3) Ketuban
pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan akibat
tertekannya pleksus frankenhauser.
4) Kedua
kekuatan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi :
a) Kepala
membuka Vulva
b) Subucciput
bertindak sebagai hipomoglion, kemudian secara berturut-turut lahir ubun-ubun besar,
dahi, hidung, mulut dan muka, serta kepala seluruhya.
5) Kepala
lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar yakni, penyesuaian kepala
pada punggung.
6) Setelah
putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan cara :
a) Kepala
di pegang pada os occiput dan dibawah
dagu, kemudian ditarik dengan menggunakan cunam kebawah untuk melahirkan bahu
depan dan keatas untuk melahirkan bahu belakang.
b) Setelah
kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi.
c) Bayi
lahir di ikuti dengan sisa air ketuban.
c. Kala
III (pelepasan Plasenta)
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir
sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
1) Proses
lepasnya plasenta dapat di perkirakan dengan mempertahankan tanda-tanda yaitu
a) uterus menjadi bundar
b) uterus
terdorong keatas kearah plasenta dilepaskan ke segmen bawah rahim.
c) Tali
pusat bertambah panjang
d) Terjadi
semburan darah tiba-tiba
2) Kala
III terdiri dari 2 fase yaitu :
a) Fase
pelepasan plasenta
(1) Schultze
Proses pelepasan plasenta seperti menutup
payung. Cara ini merupakan cara yang paling sering terjadi (80%). Bagian yang
lepas terlebih dahulu adalah bagian tengan, lalu terjadi tetroplasental
hemayoma yang menolak plasenta mula-mula bagian tengah, kemudian seluruhnya.
Menurut cara ini, perdarahan biasanya tidak ada sebelum plasenta lahir dan
berjumlah banyak setelah plasenta lahir.
(2) Durcan
Pelepasan plasenta mulai dari pinggir 20%
darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban. Pengeluarannya juga serempak
dari tengah dan pinggir.
b) Fase pengeluaran plasenta
Perasat-perasat untuk
mengetahui lepasnya plasenta adalah
(1)
Kustner
Dengan meletakkan tangan disertai tekanan
di atas simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti belum
lepas. Jika diam atau maju berarti sudah lepas.
(2)
Strassman
Tegangkan tali pusat dan ketok pada
fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum lepas , apabila tidak
bergetar berarti sudah lepas. Tanda-tanda plasenta telah lepas adalah rahim
menonjol diatas simfisis, tali pusat bertambah panjang, rahim bundar dan keras,
serat keluar darah secara tiba-tiba.
d. Kala
IV (kala pengawasan/observasi/pemulihan)
Kala IV dimulai dari saat lahirnya
plasenta sampai 2 jam post partum. Kala ini terutama dituju untuk melakukan
observasi karena perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam
pertama. Darah yang keluar selama perdarahan harus ditakar sebaik-baiknya.
Kehilangan darah pada persalinan biasanya disebabkan oleh luka pada saat
pelepasan plasenta dan robekan pada serviks dan perineum. Rata-rata jumlah
perdarahan dikatakan normal 250cc lebih dari 500 , maka sudah dianggap abnormal,
dengan demikian harus dicari penyebabnya. Ada 7 langkah penting yang harus
diperhatikan dalam mengobervasi pasien post partum yaitu:
1) Kontraksi
rahim diperiksa dengan menggunakan palpasi.
2) Pedarahan.
3) Kandung
kemih.
4) Luka-luka
saperti jahitan atau perdarahan.
5) Plasenta
dan selaput ketuban lengkap.
6) Keadaan
umum.
7) Bayi
dalam keadaan baik.
B.
Retensio
Plasenta
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran
plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi (Manuaba, 2010).
Retensio plasenta adalah kelahiran
plasenta yang tertahan atau belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit
setelah bayi lahir (Nugroho, 2011).
Retensio plasenta adalah plasenta yang
belum lepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam (Sofian,
2011).
1. Menurut Sondakh (2013), Jenis-jenis retensio
plasenta adalah
a. Plasenta
adhhesiva (melekat lebuh dalam di endometrium)
b. Plasenta
inkreta (menembus desidua sampai ke myometrium)
c. Plasenta
akreta (menembus lebih dalam ke myometrium namun belum mencapai serosa)
d. Plasenta
perkreta (mencapai serosa atau peritoneum dinding rahim)
2. Penyebab
retensio plasenta
Perlengketan plasenta yang abnormal terjadi apabila pembentukan desidua
terganggu. Keadaan-keadaan tersebut mencangkup ganguan kontraksi uterus, implantasi
di segmen bawah rahim, di atas parut SC atau insisi uterus lainnya
(Rohani,2011).
3. Menurut
Nugroho (2012), Tanda dan gejala Retensio Plasenta
a. Plasenta
lahir setelah 30 menit
b. Perdarahan
segera kontraksi uterus baik
c. Tanda
dan gejala yang ada :
1) Tali
pusat putus akibat tarikan berlebihan
2) inversio
terus akibat tarikan
3) perdarahan
lanjutan.
4. Penatalaksanaan
medis retensio plasenta
Menurut Rohani (2013), Penatalaksanaan retensio plasenta di sesuaikan
dengan jenis retensio plasenta yang terjadi.
a. Retentio
plasenta dengan separasi parsial
1) Temukan
jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yag akan dilakukan
2) Regangkan
tali pusat dan meminta pasien untuk meneran
3) Pasang
infuse oksitsin 20 uniit dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetes permenit.
4) Bila
traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus.
Menurut Nugroho (2012), 15\ menit setelah bayi
lahir, plasenta belum lahir. Berikan 10 IU oksitosinsecsra IM dosis kedua
(dosis pertama diberikan sesaat setelah bayi lahir berdasarkan manjemen aktif
kala 3)
a)
Pastikan kandung kemih kosong
b) Ulangi
peregangan tali pusat terkendali dengan tekanan dorsol kranial, bila dalam 30
menit plasenta belum lahir siapkan pasien untuk dirujuk.
c) Namun,
bila terjadi perdarahan segera lakukan manual plasenta
d) Pasang
set dan infus RL atau NaCl
e) Melakukan
anastesi verbal atau analgesia per rektal
f) Berikan
pethidine 1mg/kg dan Diazepam Ketamine 2mg/kg IV perlahan dalam waktu 2 menit
g) Menyiapkan
dan menjalankan prosedur pencegahan infeksi, berikan antibiotekn profilaksis
(ampisilin dan metronidazol)
h) Setelah
manual plasenta dilakukan legeartis , yaitu : Pastikan kandung kencing kosong
i)
Pakai sarung tangan steril/DTT panjang
hingga siku
j)
Pegang klem tali pusat. Tegangkan tali
pusat perlahan dengan tangan kiri
k) Dengan
mengenakan sarung tangan, masukkan tangan (kanan) kedalam vagina dengan
mengatupkan jari-jari dengan menelusuri tali pusat, kemudian masuk kedalam
uterus melalui canalis servikalis
l)
Lepaskan tangan kiri yang memegang tali
pusat, pindahkan ke abdomen untuk menahan fundus uteri selama proses melepaskan plasenta dan untuk mencegah
inversi uterus
m) Jika
sampai terjadi inversi uterus, segera lakukan reposisi uterus jari-jari tangan ke arah lateral hingga
mencapai tepi plasenta.
n) Palpasi
bagian dalam rongga untuk memestikan seluruh jaringan plasenta telah terangkat.
o) Berikan
oksitisin 20 IU dalam 1 L cairan infus (normal saline atau Ringer’s lactate) 60
tetes/menit
p) Minta
tolong asisten untuk melekukan masase fundus uteri untuk merangsang kontraksi
uterus yang tonik.
q) Jika
masih ada perdarahan, tambahkan ergometrine 0,2 mg IM atau prostaglandin.
r) Periksa
kelengkapan plasenta
(1) Pars
maternal (kotelidon) : letakkan plasenta bagian kotelidon pada kedua telpak
tangan deangan posisi seolah dalam kavum uteri.
(2) Periksa
kelengkapan dengan memutar memutar searah jarum jam mulai pukul 12 perhatian
tetep ditunjukan ke arah jam 12 Pars (fetal) selaput ketuban, arteri dan vena
umbilikalis ) tentukan insersi plasenta.
5) Restorasi
cairan untuk mengatasi hipovolemia.
6) Lakukan
transfuse darah bila diperlukan
7) Beri
antibiotik profilaksis
8) Segera
mengatasi apabila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi dan syok
neurogenik.
b. Menurut
Rohana Plasenta (2011), Plasenta inkarserata adalah
1) Tentukan
diagnosa kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2) Siapkan
peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan
melahirkan plasenta.
3) Pilih
fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infuse
oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan tetesan 40 tetesan per menit untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan anastesi tersebut.
4) Bila
prosedur anastesi tidak tersedia, tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum,
lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut
berikan analgetik (tramadol 100 mg IV atau pethidine 50 mg IV) dan sedative
(diazepam 5 mg IV) pada abung terpisah. Berikut tindakan dengan maneuver skrup
:
a) Pasang
speculum sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak dengan jelas.
b) Jepit
porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4, 8, kemudian lepaskan speculum.
c) Tarik
ketiga klemovum agar tali pusat dan plasenta terlihat jelas.
d) Tarik
tali pusat kea rah lateral sehingga menampakkan plasenta di sisi berlawanan
agar dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten memegang klem tersebut.
e) Lakukan
hal yang sama pada plasenta pada sis yang berlawanan.
f) Satukan
kedua klem tersebut sambil di putar searah jarum jam, tarik plasenta perlahan –
lahan melalui pembukaan ostium.
c. Plasenta
Akreta
Tanda penting untuk pemeriksaan diagnosis pada pemeriksaan luar adalah
ikutinya fundus/korpus apabila tali pusat ditark. Pada pemeriksaan dalam sulit
ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelaksanan dasar adalah
menentukan diagnosa, stabilitasi pasien dan rujuk karena kasus ini memerlukan
tindakan operatif.
C. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
Menurut
Muslihatun (2011), proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang
berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodic. Proses. Proses
dimulai dengn pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.
1.
Proses manajemen kebidanan, manajemen
kebidanan 7 langkah meliputi :
a.
Langkah 1 pengkajian
Pada
langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan
untuk mengevaluasi data keadaan klien secara lengkap, yaitu :
1) Riwayat
kesehatan.
2) Pemeriksaan
fisik sesuai dengan kebutuhannya.
3) Meninjau
catatan terbaru atau catatn sebelumnya.
4) Meninjau
data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi. Pada langkah ini
dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
klien.
b. Langkah
II : Interprestasi Data Dasar
Pada
langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulkan, data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan
sehingga diemukan masalah atau diagnose spesifik. Diagnose kebididanan, yaiyu
diagnose yang ditegakkan oleh profesi (bidan) dalam lingkup standar praktik
kebidanan dan mememuhi standar nomenklatur (tata nama) diagnosa kebidanan.
c. Langkah
III Diagnosa Potensial
Pada
langkah ini klien mengiditifikasi masalah atau diagnose potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi.
Langkah
ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil
mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosia/masalah
potensial ini benar-benar terjadi, pada
langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.
d. Langkah
V : Tindakan segera
Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk di konsultasikan atau ditangani bersama denagn anggota
tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
e. Langkah
V : Rencana Tindakan
Pada
langkah ini dilakukan rencana menyeluruh, ditentukan langkah-langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen tehadap diagnosa atau
masalah yang diidentifikasi. Di
antisipasi setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak,
bidan dan klien, agar dapat dilaksanakn denagn efektif karena merupakan bagian
dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh
karena itu pada langkah ini tugas bidan. Adalah memutuskan rencana asuhan
sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat
kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
f. Langkah
VI : Pelaksanaan
Pada
langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dilangkah kelima harus dilaksanakan
secara efesien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan
dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak
melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan
pelaksanaan, memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana. Dalam
situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani klien yang
mengalami komplikasi, maka keterlambatan bidan dalam manajemen asuhan bagi
klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan
biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.
g.
Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosis.
Rencana
tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
D.
Data
Perkembangan SOAP
Menurut
Muslihatun (2013), Metode pendokumentasian untuk data perkembangan dalam asuhan
kebidanan menggunakan SOAP.
1. Data
subyektif (S),
Merupakan pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data
yang diperoleh melalui anamneses. Data subyektif ini berhubungan dengan masalah
dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya
yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan
langsung dengan diagnosis. Data subyektif ini nantinya akan menguatkan
diagnosis yang akan disusun.
2.
Data objektif (O)
Data subjektif ini berhungungan dengan
masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan
keluhan yang di catat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan
langsung dengan diagnosa.
3.
Assesment (A)
Merupakan pendokumentasian hasil, Analisa
dan interprestasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
4.
Planning/perencanaan (P)
Membuat rencana Asuhan saat ini dan yang
datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interprestasi
data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk megusahakan tercapainya kondisi pasien
seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus
bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu.
Tindakan yang akan dilaksanakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan
dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain
dokter.
E.
Landasan
Hukum Kewenangan Bidan
Menurut pasal 1 UU kesehatan No. 36 TH. 2009, dalam
ketentuan Umum, terdapat pengertian pelayanan yang lebih mengarahkan pada objek
pelayanan. Yaitu pelayanan kesehatan yang di tujukan pada jenis upaya, meliputi
upaya meningkatnya (promotif), pencegahan , pengobatan dan pemulihan (
Purwoastuti, 2015).
Dasar hukum penerapan standar profesi kebidanan
(SPK) undang- undang kesehatan Nomor 23 tahun 1992, kewajiban tenaga kesehatan
adalah mematuhi standar profesi tenaga kesehatan, menghormati hak pasien,
menjaga kerahasian identitas dan kesehatan pasien, memberikan informasi dan meminta persetujuan da membuat memelihara rekam medic (Purwoastuti,
2015).
Ruang
lingkup SPK meliputi standar, yaitu ( Purwoastuti, 2015).
1. Standar
pelayanan (2 standar)
2. Standar
pelayanan antenatal (6 standar)
3. Standar
pertolongan persalinan (4 standar)
4. Standar
pelayanan nifas (3 standar)
5. Standar
penanganan kegawatdaruratan obstetric neonatal (9 standar)
Standar 20 yaitu penanganan
Retensio Plasenta
Yaitu,
bidan mampu menangani retensio Plasenta dan
memberi pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan
postpartum primer ( Purwoastuti, 2015).P