Rabu, 23 Desember 2015

Contoh Laporan tugas akhir BAB II





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Persalinan
     Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi dari rahim ibu melalui jalan lahir atau dengan jalan lain, yang kemudian janin dapat hidup ke dunia luar (Rohani, 2011).
     Persalinan atau partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Maternity, 2014).
1.      Sebab-sebab Mulainya persalinan
Menurut Rohani (2011) hal yang menjadi penyebab mulainya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang komplek. Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang  dominan saat hamil.
a.       Estrogen
1)      Meningkatkan sensitivitas otot rahim.
2)      Memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin serta rangsangan mekanis.


13

b.      Progesteron
1)      Menurunkan sensitivitas otot rahim.
2)      Menyulitkan penerimaan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, serta  rangsangan mekanis.
3)      Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
     Estrogen dan progesteron harus berada dalam kondisi keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan kedua hormon tersebut menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofisis pars posterior dapat menimbulkan kontraksi Bracxton Hicks. Kontraksi Bracxton Hicks akan menjadi kekuatan dominan saat mulainya persalinan, oleh karena itu semakin tua kehamilan, frekensi kontraksi semakin sering.
2.      Tanda  Mulainya persalinan
     Menurut Sondakh (2013), beberapa tanda-tanda dimulainya proses persalinan adalah sebagai berikut :
a.       Terjadinya His Persalinan
1)      Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan.
2)      Sifatnya teratur interval makin pendek, dan kekuatan makin besar.
3)      Makin beraktivitas (jalan), kekuatan akan makin bertambah.

b.      Pengeluaran Lendir dengan Darah
     Terjadinya his persalinan mengakibatkan terjadinya perubahan pada serviks yang akan menimbulkan :
1)      Perdarahan dan Pembukaan.
2)       Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis serviks lepas.
3)      Terjadi perdarahan karena kapile pembuluh darah pecah.
c.       Pengeluaran cairan
     Pada beberapa kasus persalinan akan ditemui terjadinya pecah ketuban. Sebagian besar, keadaan ini terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah adanya pecah ketuban diharapkan proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam.
d.      Hasil-Hasil yang di Dapat pada Pemeriksaan Dalam
1)              Perlunakan serviks
2)              Pendataran serviks
3)              Pembukaan serviks
3.      Tahapan Persalinan
     Menurut Sondakh (2013), tahapan dari persalinan terdiri atas kala I (kala Pembukaan), kala II (pengeluaran janin), kala III (pelepasan plasenta), kala IV (kala pengawasan/observasi/pemuliahan).

a.       Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I dimulai dari saat persalinan mulai (membukaan nol) sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase
1)      Fase Laten
Berlangsung selama 8 jam, serviks membuka sampai 3 cm
2)      Fase Aktif
Berlangsung selama 7 jam, serviks membuka dari 4 cm sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering, dibagi dalam 3 fase :
a)      Fase akselarasi
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b)      Fase dilatasi maksimal
Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sengat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
c)      Fase deselarasi
Pembukaan menjadi lambat sekali, dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
     Proses diatas terjadi pada primigravida ataupun multigravida, tetapi pada multigrvida memiliki jangka waktu yang lebih pendek. Pada primigravida kala I berlangsung ± 12 jam, sedangkan pada multigravida ± 8 jam.
b.      Kala II (Kala pengeluaran janin)
Menurut Sondakh, gejala utama kala II adalah
1)      His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik
2)      Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran  cairan secara mendadak.
3)      Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan akibat tertekannya pleksus frankenhauser.
4)      Kedua kekuatan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi :
a)      Kepala membuka Vulva
b)      Subucciput bertindak sebagai hipomoglion, kemudian secara berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan muka, serta kepala seluruhya.
5)      Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar yakni, penyesuaian kepala pada punggung.
6)      Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan cara :
a)      Kepala di pegang pada os occiput dan dibawah dagu, kemudian ditarik dengan menggunakan cunam kebawah untuk melahirkan bahu depan dan keatas untuk melahirkan bahu belakang.
b)      Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi.
c)      Bayi lahir di ikuti dengan sisa air ketuban.
c.       Kala III (pelepasan Plasenta)
     Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
1)      Proses lepasnya plasenta dapat di perkirakan dengan mempertahankan tanda-tanda yaitu
a)       uterus menjadi bundar
b)      uterus terdorong keatas kearah plasenta dilepaskan ke segmen bawah rahim.
c)      Tali pusat bertambah panjang
d)     Terjadi semburan darah tiba-tiba
2)      Kala III terdiri dari 2 fase yaitu :
a)      Fase pelepasan plasenta
(1)   Schultze
     Proses pelepasan plasenta seperti menutup payung. Cara ini merupakan cara yang paling sering terjadi (80%). Bagian yang lepas terlebih dahulu adalah bagian tengan, lalu terjadi tetroplasental hemayoma yang menolak plasenta mula-mula bagian tengah, kemudian seluruhnya. Menurut cara ini, perdarahan biasanya tidak ada sebelum plasenta lahir dan berjumlah banyak setelah plasenta lahir.
(2)   Durcan
     Pelepasan plasenta mulai dari pinggir 20% darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban. Pengeluarannya juga serempak dari tengah dan pinggir.
b)      Fase pengeluaran plasenta
Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya plasenta adalah
(1)   Kustner
     Dengan meletakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti belum lepas. Jika diam atau maju berarti sudah lepas.
(2)   Strassman
     Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum lepas , apabila tidak bergetar berarti sudah lepas. Tanda-tanda plasenta telah lepas adalah rahim menonjol diatas simfisis, tali pusat bertambah panjang, rahim bundar dan keras, serat keluar darah secara tiba-tiba.
d.      Kala IV (kala pengawasan/observasi/pemulihan)
     Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam post partum. Kala ini terutama dituju untuk melakukan observasi karena perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Darah yang keluar selama perdarahan harus ditakar sebaik-baiknya. Kehilangan darah pada persalinan biasanya disebabkan oleh luka pada saat pelepasan plasenta dan robekan pada serviks dan perineum. Rata-rata jumlah perdarahan dikatakan normal 250cc lebih dari 500 , maka sudah dianggap abnormal, dengan demikian harus dicari penyebabnya. Ada 7 langkah penting yang harus diperhatikan dalam mengobervasi pasien post partum yaitu:
1)      Kontraksi rahim diperiksa dengan menggunakan palpasi.
2)      Pedarahan.
3)      Kandung kemih.
4)      Luka-luka saperti jahitan atau perdarahan.
5)      Plasenta dan selaput ketuban lengkap.
6)      Keadaan umum.
7)      Bayi dalam keadaan baik.
B.     Retensio Plasenta
     Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi (Manuaba, 2010).

     Retensio plasenta adalah kelahiran plasenta yang tertahan atau belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Nugroho, 2011).
     Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam (Sofian, 2011).
1.       Menurut Sondakh (2013), Jenis-jenis retensio plasenta adalah
a.       Plasenta adhhesiva (melekat lebuh dalam di endometrium)
b.      Plasenta inkreta (menembus desidua sampai ke myometrium)
c.       Plasenta akreta (menembus lebih dalam ke myometrium namun belum mencapai serosa)
d.      Plasenta perkreta (mencapai serosa atau peritoneum dinding rahim)
2.      Penyebab retensio plasenta
     Perlengketan plasenta yang abnormal terjadi apabila pembentukan desidua terganggu. Keadaan-keadaan tersebut mencangkup ganguan kontraksi uterus, implantasi di segmen bawah rahim, di atas parut SC atau insisi uterus lainnya (Rohani,2011).
3.      Menurut Nugroho (2012), Tanda dan gejala Retensio Plasenta
a.       Plasenta lahir setelah 30 menit
b.      Perdarahan segera kontraksi uterus baik
c.       Tanda dan gejala yang ada :
1)      Tali pusat putus akibat tarikan berlebihan
2)      inversio terus akibat tarikan
3)      perdarahan lanjutan.
4.      Penatalaksanaan medis retensio plasenta
     Menurut Rohani (2013), Penatalaksanaan retensio plasenta di sesuaikan dengan jenis retensio plasenta yang terjadi.
a.       Retentio plasenta dengan separasi parsial
1)      Temukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yag akan dilakukan
2)      Regangkan tali pusat dan meminta pasien untuk meneran
3)      Pasang infuse oksitsin 20 uniit dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetes permenit.
4)      Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.
Menurut Nugroho (2012), 15\ menit setelah bayi lahir, plasenta belum lahir. Berikan 10 IU oksitosinsecsra IM dosis kedua (dosis pertama diberikan sesaat setelah bayi lahir berdasarkan manjemen aktif kala 3)
a)      Pastikan kandung kemih kosong
b)      Ulangi peregangan tali pusat terkendali dengan tekanan dorsol kranial, bila dalam 30 menit plasenta belum lahir siapkan pasien untuk dirujuk.
c)      Namun, bila terjadi perdarahan segera lakukan manual plasenta
d)     Pasang set dan infus RL atau NaCl
e)      Melakukan anastesi verbal atau analgesia per rektal
f)       Berikan pethidine 1mg/kg dan Diazepam Ketamine 2mg/kg IV perlahan dalam waktu 2 menit
g)      Menyiapkan dan menjalankan prosedur pencegahan infeksi, berikan antibiotekn profilaksis (ampisilin dan metronidazol)
h)      Setelah manual plasenta dilakukan legeartis , yaitu : Pastikan kandung kencing kosong
i)        Pakai sarung tangan steril/DTT panjang hingga siku
j)        Pegang klem tali pusat. Tegangkan tali pusat perlahan dengan tangan kiri
k)      Dengan mengenakan sarung tangan, masukkan tangan (kanan) kedalam vagina dengan mengatupkan jari-jari dengan menelusuri tali pusat, kemudian masuk kedalam uterus melalui canalis servikalis
l)        Lepaskan tangan kiri yang memegang tali pusat, pindahkan ke abdomen untuk menahan fundus uteri  selama proses melepaskan plasenta dan untuk mencegah inversi uterus
m)    Jika sampai terjadi inversi uterus, segera lakukan reposisi uterus  jari-jari tangan ke arah lateral hingga mencapai tepi plasenta.
n)      Palpasi bagian dalam rongga untuk memestikan seluruh jaringan plasenta telah terangkat.
o)      Berikan oksitisin 20 IU dalam 1 L cairan infus (normal saline atau Ringer’s lactate) 60 tetes/menit
p)      Minta tolong asisten untuk melekukan masase fundus uteri untuk merangsang kontraksi uterus yang tonik.
q)      Jika masih ada perdarahan, tambahkan ergometrine 0,2 mg IM atau prostaglandin.
r)       Periksa kelengkapan plasenta
(1)   Pars maternal (kotelidon) : letakkan plasenta bagian kotelidon pada kedua telpak tangan deangan posisi seolah dalam kavum uteri.
(2)   Periksa kelengkapan dengan memutar memutar searah jarum jam mulai pukul 12 perhatian tetep ditunjukan ke arah jam 12 Pars (fetal) selaput ketuban, arteri dan vena umbilikalis ) tentukan insersi plasenta.
5)      Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
6)      Lakukan transfuse darah bila diperlukan
7)      Beri antibiotik profilaksis
8)      Segera mengatasi apabila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi dan syok neurogenik.
b.      Menurut Rohana Plasenta (2011), Plasenta inkarserata adalah
1)      Tentukan diagnosa kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2)      Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.
3)      Pilih fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infuse oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan tetesan 40 tetesan per menit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan anastesi tersebut.
4)      Bila prosedur anastesi tidak tersedia, tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut berikan analgetik (tramadol 100 mg IV atau pethidine 50 mg IV) dan sedative (diazepam 5 mg IV) pada abung terpisah. Berikut tindakan dengan maneuver skrup :
a)      Pasang speculum sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak dengan jelas.
b)      Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4, 8, kemudian lepaskan speculum.
c)      Tarik ketiga klemovum agar tali pusat dan plasenta terlihat jelas.
d)     Tarik tali pusat kea rah lateral sehingga menampakkan plasenta di sisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten memegang klem tersebut.
e)      Lakukan hal yang sama pada plasenta pada sis yang berlawanan.
f)       Satukan kedua klem tersebut sambil di putar searah jarum jam, tarik plasenta perlahan – lahan melalui pembukaan ostium.
c.       Plasenta Akreta
    Tanda penting untuk pemeriksaan diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutinya fundus/korpus apabila tali pusat ditark. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
    Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelaksanan dasar adalah menentukan diagnosa, stabilitasi pasien dan rujuk karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.
C.    Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
     Menurut Muslihatun (2011), proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodic. Proses. Proses dimulai dengn pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.
1.      Proses manajemen kebidanan, manajemen kebidanan 7 langkah meliputi :
a.       Langkah 1 pengkajian
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi data keadaan klien secara lengkap, yaitu :
1)      Riwayat kesehatan.
2)      Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya.
3)      Meninjau catatan terbaru atau catatn sebelumnya.
4)      Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi. Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan klien.
b.      Langkah II : Interprestasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan, data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga diemukan masalah atau diagnose spesifik. Diagnose kebididanan, yaiyu diagnose yang ditegakkan oleh profesi (bidan) dalam lingkup standar praktik kebidanan dan mememuhi standar nomenklatur (tata nama) diagnosa kebidanan.
c.       Langkah III Diagnosa Potensial
Pada langkah ini klien mengiditifikasi masalah atau diagnose potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosia/masalah potensial ini benar-benar terjadi, pada  langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.
d.      Langkah V : Tindakan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter  dan atau untuk di konsultasikan atau ditangani bersama denagn anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
e.       Langkah V : Rencana Tindakan
Pada langkah ini dilakukan rencana menyeluruh, ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen tehadap diagnosa atau masalah yang diidentifikasi.  Di antisipasi setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, bidan dan klien, agar dapat dilaksanakn denagn efektif karena merupakan bagian dari  pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu pada langkah ini tugas bidan. Adalah memutuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
f.       Langkah VI : Pelaksanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dilangkah kelima harus dilaksanakan secara efesien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaan, memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlambatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.
g.      Langkah VII : Evaluasi
            Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosis.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
D.    Data Perkembangan SOAP
Menurut Muslihatun (2013), Metode pendokumentasian untuk data perkembangan dalam asuhan kebidanan menggunakan SOAP.
1.      Data subyektif (S),
      Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui anamneses. Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subyektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun.
2.      Data objektif (O)
      Data subjektif ini berhungungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan yang di catat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosa.
3.      Assesment (A)
      Merupakan pendokumentasian hasil, Analisa dan interprestasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
4.      Planning/perencanaan (P)
     Membuat rencana Asuhan saat ini dan yang datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interprestasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk megusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang akan dilaksanakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter.

E.     Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Menurut pasal 1 UU kesehatan No. 36 TH. 2009, dalam ketentuan Umum, terdapat pengertian pelayanan yang lebih mengarahkan pada objek pelayanan. Yaitu pelayanan kesehatan yang di tujukan pada jenis upaya, meliputi upaya meningkatnya (promotif), pencegahan , pengobatan dan pemulihan ( Purwoastuti, 2015).
Dasar hukum penerapan standar profesi kebidanan (SPK) undang- undang kesehatan Nomor 23 tahun 1992, kewajiban tenaga kesehatan adalah mematuhi standar profesi tenaga kesehatan, menghormati hak pasien, menjaga kerahasian identitas dan kesehatan pasien, memberikan  informasi dan meminta persetujuan  da membuat memelihara rekam medic (Purwoastuti, 2015).
Ruang lingkup SPK meliputi standar, yaitu ( Purwoastuti, 2015).
1.      Standar pelayanan (2 standar)
2.      Standar pelayanan antenatal (6 standar)
3.      Standar pertolongan persalinan (4 standar)
4.      Standar pelayanan nifas (3 standar)
5.      Standar penanganan kegawatdaruratan obstetric neonatal (9 standar)
Standar 20 yaitu penanganan Retensio Plasenta                                      
Yaitu, bidan mampu menangani retensio Plasenta  dan memberi pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan postpartum primer ( Purwoastuti, 2015).P